Baca | Download | Bagikan

Recent Post

    Recent Comment

    Kamis, 01 Juni 2017

    Manajemen Sumber Daya Manusia KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI

    Baca Juga

    Makalah MSDM

    KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI

    KATA PENGANTAR

                Puji syukur,kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa krena atas rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudu “KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI” tepat pada waktunya. Dalam proses penyusunan makalah ini,penulis mendapatkan bantuan,bimbingan yang baik dari berbagai pihak.
    Oleh karena itu,melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,masih banyak kekurangan dan banyak kelemahan.
    Oleh karena itu,penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bukan hanya bagi penulis melainkan juga kepada para pembaca.



                                                                                                                            Penulis

    BAB I
    PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang
    Dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan dalam periode waktu tertentu, kinerja organisasi yang optimal, selalu dihadapkan pada permasalahan yang terkait dengan kinerja organisasi atau perusahaan. Kinerja organisasi merupakan fungsi hasil-hasil pekerjaan atau kegiatan yang ada dalam organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor intern dan ekstern organisasi.
    Organisasi dengan budaya yang kuat dan positif akan memungkinkan orang merasa termotivasi untuk berkembang, belajar dan memperbaiki diri. Budaya organisasi berdampak pada kinerja organisasi, bahkan mungkin merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi. Meskipun tidak mudah untuk berubah, budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja, sehingga produktivitas organisasi meningkat.
    Peran kepemimpinan memiliki posisi strategis dalam suatu organisasi. Kenyataan para pemimpin dapat mempengaruhi kepuasan, kenyamanan, rasa aman, kepercayaan, dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan kunci dalam manajemen yang memainkan peran yang penting dan strategis dalam kelangsungan suatu usaha.
    Pada tingkat organisasi, budaya merupakan seperangkat asumsi-asumsi, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang dimiliki para anggota kelompok yang bersangkutan. Oleh karena itu budaya organisasi akan mempengaruhi perilaku individu dan kelompok di dalam organisasi, sehingga budaya organisasi dapat memberikan sumbangan terhadap gaya kepemimpinan dalam suatu organisasi.

    1. Rumusan Masalah
    1. Apakah yang dimaksud dengan budaya organisasi?
    2. Apa saja dimensi-dimensi budaya organisasi?
    3. Apa saja nilai-nilai dari budaya organisasi?
    4. Bagaimana cara menciptakan budaya organisasi?
    5. Bagaimana cara menciptakan dan mempertahankan budaya?

    1. Tujuan Masalah
      1. Bisa memahami pengertian budaya organisasi.
      2. Bisa mengetahui dimensi-dimensi budaya organisasi.
      3. Dapat mengetahui nilai-niali dari budaya organisasi.
      4. Bisa mengetahui cara menciptakan budaya.
      5. Bisa mengetahui cara bagaiamana menciptakan dan mempertahankan budaya.
    BAB II
    PEMBAHASAN

    1. Pengertian Budaya Organisasi

           Kebudayaan dalam bahasa inggris adalah “Culture” dalam bahasa Latin adalah “Colere” dan dalam bahasa Indonesia juga diistilahkan dengan peradaban atau budi yang dalam Bahasa Arab disebut dengan “Akhlaq”. Di Indonesia kebudayaan secara etimologi berasal dari kata Sansakerta yaitu “Buddhayah”, bentuk jamak dari kata “Buddhi” (akal) sehingga dikembangkan menjadi budi-daya, yaitu kemampuan akal budi seseorang atau sekelompok manusia
            Budaya adalah perilaku konvensional masyarakatnya, dan ia mempengaruhi semua tindakan. [2]Budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Budaya organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implicit oleh kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
           Budaya merupakan pola asumsi yang diciptakan, atau dikembangkan agar orang dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah konsep yang sulit didiagnosis. Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi. Kedua, budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita ditempat kerja. Ketiga, budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda. Masing-masing tingkat bervariasi dalam kaitannya dengan pandangan keluar dan kemampuan bertahan terhadap perubahan.  
            Menurut Robbins, budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi. Cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi, dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi (Eliott Jaeques).
            Menurut Wheelen dan Hunger budaya organisasi adalah himpunan dari kepercayaan, harapan dan nilai yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya organisasi adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar, cara mereka bertindak. 
          Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia, dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Disamping itu, Mohammad Hatta memberi definisi kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa. Sedangkan Zoetmulder memberi definisi kebudayaan adalah perkembangan terpimpin oleh manusia budayawan dari kemungkinan-kemungkinan dan tenaga-tenaga alam terutama alam manusia, sehingga ia merupakan sutau kesatuan yang harmonis. 
            Kebudayaan dekat kaitannya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu ekstra maupun ilmu-ilmu sosial sebagaimana telah diuraikan dimuka terutama karena membicarakan tentang fenomena masyarakat. Budaya dapat meliputi antara lain:
        1. Sistem Mata Pencaharian
        2. Sistem Pendidikan
        3. Sistem Persembahan
        4. Sistem Seni
        5. Sistem Moral
        6. Sistem Hukum
        7. Sistem Olahraga.
           Budaya merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budayanya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Menurut Benedict R. O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.
           Budaya organisasi  dapat diperkuat dengan mewariskan nilai inti dari satu generasi ke generasi berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai. Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki organisasi. Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
            Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi, maka selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu bisa berbeda dengan budaya yang dominan di bagian lainnya. 
    1. Dimensi Budaya Organisasi

              Riset mengemukakan bahwa ada tujuh dimensi yang secara keseluruhan menangkap hakikat budaya organisasi (Robbins dan Coulter). Dimensi-dimensi itu digambarkan sebagai berikut:
      1. Inovasi dan pengambilan resiko
    Kadar seberapa jauh karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
      1. Perhatian ke hal yang rinci atau detail
    Kadar seberapa jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian yang rinci atau detail.
      1. Orientasi hasil
    Kadar seberapa jauh manejer berfokus pada hasil atau keluaran bukannya pada cara mencapai hasil itu.
      1. Orientasi orang
    Kadar seberapa jauh keputusan manajemen turut mempengaruhi orang-orang yang ada dalam organisasi.
      1. Orientasi tim
    Kadar seberapa jauh pekerjaan disusun berdasar tim bukannya perorangan.
      1. Keagresifan
    Kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing bukannya dari pada kerjasama.
      1. Kemantapan atau stabilitas
    Kadar seberapa jauh keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk mempertahankan status quo.


    Nilai-nilai Organisasi

    Nilai-nilai dan dan keyakinan organisasi merupakan dasar budaya organisasi. Keduanya juga memainkan peranan penting dalam mempengaruhi etika berperilaku. Nilai memiliki lima komponen kunci, Nilai (1) adalah konsep kepercayaan, (2) mengenai perilaku yang dihendaki, (3) keadaan yang amat penting, (4) pedoman menyeleksi atau mengevaluasi kejadian dan perilaku, (5) urut dari yang relative penting. Adalah penting untuk membedakan antara nilai pendukung dengan yang diperankan. 
    1. Nilai Pendukung
    Menunjukkan nilai-nilai yang dinyatakan secara eksplisit yang dipilih oleh organisasi. Nilai-nilai pendukung tersebut merupakan aspirasi yang akan dikomunikasikan secara eksplisit kepada para karyawan, para manejer seperti Levin berharap bahwa nilai-nilai pendukung tersebut akan mempengaruhi perilaku para karyawan secara langsung.
    1. Nilai-nilai yang diperankan      
    Merupakan nilai dan norma yang sebenarnya ditunjukkan atau dimasukkan kedalam perilaku karyawan. Sistem nilai organisasi menggambarkan pola yang bertentangan dan yang cocok diantara nilai-nilai, bukan diantara nilai yang relative penting. Definisi ini menekankan poin bahwa organisasi menggunakan sekumpulan nilai yang terdiri dari nilai-nilai yang cocok atau yang bertentangan.
    1. Tipologi Nilai-nilai organisasi
    Norma penghargaan organisasi menunjukkan keyakinan fundamental perusahaan mengenai bagaimana penghargaan harus dialokasikan. Menurut norma penghargaan yang setara, penghargaan harus sebanding dengan kontribusi. Struktur kekuasaan organisasi mencerminkan keyakinan dasar perusahaan mengenai bagaimana kekuasaan dan wewenang harus dibagikan dan di distribusikan.
    1. Riset Aplikasi Praktis
    Organisasi menganut konstelasi bukannya hanya satu nilai saja dan dapat ditampilkan berdasarkan nilai mereka. Hal ini pada gilirannya, akan membuat manejer mampu untuk menentukan apakah nilai-nilai organisasi konsisten dan mendukung inisiatif dari tujuan perusahaan.


    Nilai-nilai Lintas Budaya

    Dalam membahas nilai-nilai di antara berbagai budaya, Robbins maupun Robbins dan Judge menggunakan referensi penelitian Hoftstede. Hoftstede mengemukakan adanya lima dimensi nilai-nilai dari budaya nasional, yang terdiri dari:
    1. Power Distance
    Menjelaskan tingkatan keadaan dimana orang dalam suatu negara menerima kenyataan bahwa kekuasaan dalam institusi dan organisasi dibagikan secara tidak sama. High Power Distance berarti bahwa ketidaksamaan yang besar didalam kekuasaan dan kekayaan terjadi dan ditoleransi dalam budaya, seperti dalam sistem kelas atau kasta, hal tersebut tidak mendorong mobilitas keatas. Low Power Distance menunjukkan peringkat karakteristik masyarakat yang menekankan kesamaan dan peluang.
    1. Individualisme versus Collectivisme
    Merupakan tingkatan keadaan dimana orang lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai anggota kelompok dan mempunyai keyakinan atas hak individual di atas semuanya. Collectivisme menekankan kerangka kerja sosial yang ketat dimana orang mengharapkan orang lain dalam kelompok dimana mereka menjadi bagian untuk memelihara dan melindungi mereka.
    1. Masculinity versus femininity
    Masculinity adalah suatu tingkatan dimana budaya menyukai peran tradisional maskulin seperti prestasi, kekuasaan, dan pengawasan dan menentang pandangan bahwa antara pria dan wanita adalah sama. High masculinity mengindikasikan budaya bahwa terdapat peran terpisah untuk pria dan wanita, dengan pria mendominasi masyarakat. High masculinity berarti budaya melihat sedikit perbedaan antara peran pria dan wanita dan memperlakukan wanita sama dengan pria dalam semua hal.
    1. Uncertainty Avoidance
    Dalam budaya yang menilai tinggi pada uncertainty avoidance, orang mempunyai peningkatan tingkat kegelisahan tentang ketidakpastian dan ambiguitas dan menggunakan hukum dan control untuk menerima ketidakpastian. Budaya dengan low uncertainty avoidance lebih menerima ambiguitas, kurang orientasi pada aturan, mengambil lebih banyak resiko dan lebih siap menerima perubahan.
    1. Long-term versus Short-term Orientation
    Merupakan tipologi Hoftstede terbaru mengukur kesetiaan masyarakat pada nilai-nilai tradisional. Orang dalam budaya dengan long-term orientation melihat kemasa depan dan penghematan nilai-nilai, ketekunan dan tradisi. Dalam short-term orientation, orang menghargai waktu sekarang, mereka lebih siap untuk menerima perubahan dan tidak melihat komitmen sebagai halangan terhadap perubahan.


    Menciptakan Budaya Organisasi Superleadership

             Perubahan dari budaya nasional yang menjadi yang lainnya mengakibatkan banyak perubahan pada sikap seseorang dan gaya hidupnya. Organisasi budaya dapat disebut sebagai lingkungan psikologis mental atau harapan kognitif yang membimbing sikap.
    Kepemimpinannya dipandu dengan enam prinsip, yaitu:
        1. Jangan hanya memberi perintah, tapi komunikasikan.
        2. Pemimpin harus mendengar tanpa prasangka.
        3. Mempraktekkan disiplin tanpa formalitas.
        4. Kapten yang terbaik memberi tanggung jawab bukan perintah.
        5. Crew yang berhasil tampil dengan taat.
        6. Perubahan yang benar harus permanen.
              Beberapa ahli berdebat bahwa budaya kerja sama yang jelas dan kuat menjadi kunci kelangsungan organisasi dan sukses.
    1. Fungsi Budaya Organisasi

    Sebuah organisasi memenuhi beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut ialah:
    1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya. Dikenal sebagai inovatif yang memburu pengembangan produk baru.
    2. Memudahkan Komitmen Konflik. Untuk menjadi sebuah pemimpin dimana para karyawannya bangga menjadi bagian darinya.
    3. Mempromosikan Stabilitas sistem nasional. Mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, dan konflik serta perubahan diatur dengan efektif.
    4. Membentuk perilaku dengan membantu manejer merasakan keberadaannya. Fungsi budaya ini membantu para karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya. 

    Robbins mengatakan bahwa fungsi budaya organisasi itu adalah sebagai berikut:
    1. Berperan sebagai tapal batas, yang secara jelas membedakan suatu organisasi dengan organisasi yang lain.
    2. Sebagai identitas bagi anggota.
    3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas.
    4. Memantapkan sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
    5. Sebagai pemandu dalam membentuk sikap serta perilaku karyawan.

    Wheelen dan Hunger mengemukakan fungsi budaya sebagai berikut: 
    1. Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja.
    2. Dapat dipakai untuk mengembangkan kekuatan pribadi dengan pemimpin.
    3. Membantu satbilitas perusahaan sebagai sistem sosial.
    4. Menjadi pedoman perilaku, sebagai hasil dan norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.
    1. Mempengaruhi Perubahan Budaya

    Hanya ada sedikit penelitian mengenai perubahan budaya. Kesulitan dalam menciptakan budaya bahkan menjadi lebih kompleks ketika berusaha melakukan suatu perubahan budaya signifikan. Perubahan tersebut ialah:
    1. Budaya begitu membingungkan dan tersembunyi sehingga budaya tidak dapat didiagnosis, dikelola, dan diubah secara cukup.
    2. Karena diperlukan teknik yang sulit, keterampilan yang langka, dan waktu yang cukup untuk memahami budaya, serta bahkan lebih banyak waktu lagi untuk mengubahnya, usaha yang terencana dan terperinci dalam perubahan budaya bukan merupakan hal yang benar-benar praktis.
    3. Budaya membantu orang bertahan menghadapi periode kesulitan dan berperan menghilangkan kecemasan. Salah satu cara budaya melakukan hal ini adalah dengan menyediakan kontinuitas dan stabilitas.
           Ketiga pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa manejer yang tertarik untuk melakukan perubahan budaya berhadapan dengan tugas yang sulit. Akan tetapi, ada pemimpin berani, yang yakin bahwa mereka dapat turut campur dan melakukan perubahan dalam budaya. 


    Tipologi Budaya Organisasi

    1. Budaya dominan, mengungkap nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh suatu mayoritas anggota organisasi tersebut.
    2. Sub budaya, budaya-budaya mini dari suatu organisasi, yang lazimnya ditentukan oleh rambu departemen dan geografis.
    3. Niali inti, nilai primer atau dominan yang diterima di seluruh organisasi tersebut.
    4. Budaya kuat, budaya dimana nilai-nilai dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas.
    5. Budaya nasional, mempunyai dampak yang lebih besar pada karyawan daripada budaya organisasi.
              Robert Kreitner da Angelo Kinicki mengatakan bahwa terdapat tiga tipe umum budaya organisasi yaitu sebagai berikut:
    1. Budaya konstruktif yaitu budaya diaman para karyawan di dorong untuk berinteraksi dengan orang lain, dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya dan untuk tumbuh berkembang.
    2. Budaya pasif-defensif adalah budaya yang memungkinkan karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Tipe ini mendorong keyakinan normative yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan penghindaran.
    3. Budaya agresif-defensif adalah budaya yang mendorong karyawannya untuk mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan dan status mereka.
              Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normative, yang mencerminkan oposisi, kekuasaan, kompetisi, dan perfeksionis. [16] Para peneliti sudah berusaha mengidentifikasi dan mengukur berbagai tipe budaya organisasi dalam rangka mempelajari hubungan antara tipe efektivitas budaya dan organisasi. Pencarian ini di dorong oleh kemungkinan bahwa budaya tertentu lebih efektif dibandingkan dengan yang lain.
            Terdapat tiga tipe umum budaya organisasi, konstruksif, pasif-defensif, dan agresif-defensif. Dan setiap tipe hubungan dengan seperangkat keyakinan normative yang berbeda. Keyakinan normative mencerminkan pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota dari sebuah kelompok atau organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan orang lain.
              Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan di dorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Tipe budaya ini mendukung keyakinan normative yang berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi, dan persatuan.
              Sebaliknya, budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan normative yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan penghindaran. Akhirnya, perusahaan dengan budaya agresif-defensif mendorong karyawannya untuk mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normative yang mencerminkan oposisi, kekuasaan, kompetitif, dan perfeksionis.

    1. Wujud Budaya Organisasi

    Schein yang dikutip oleh Octa Mella Jalal dalam satu artikelnya “Budaya organisasi sebagai konsep strategi perubahan”, menyatakan, bagi peneliti, budaya organisasi dapat di analisis dalam berbagai wujud atau tingkatan (levels) sebagai berikut. Pada tingkat teratas, budaya organisasi akan berwujud sebagaimana fenomena yang dapat dilihat, di dengar, di rasakan ketika seseorang berinteraksi dalam suatu organisasi. Di tingkat ini budaya organisasi relative lebih mudah di identifikasi dan di definisikan. 
              Lewis yang dikutip oleh Octa Melia Jalal mengelompokkan budaya organisasi ini menjadi empat, yaitu:
      1. Simbol-simbol, terdiri dari logo, slogan, upacara-upacara, cerita-cerita yang sering disampaikan orang dalam organisasi tersebut.
      2. Proses, merupakan metode organisasi untuk melaksanakan tugasnya, seperti jalur pertanggung jawaban, desain pekerjaan, strategi manajemen dalam pengambilan keputusan, jalur komunikasi resmi, dan peraturan-peraturan tentang pertemuan.
      3. Format, merupakan benda-benda yang bisa langsung observasi, seperti desain bangunan, tata letak ruang, furniture, dokumen-dokumen resmi, pidato-pidato.
    Perilaku, merupakan manifestasi symbol-simbol , proses dan format yang ada di organisasi.
              Ditingkat berikutnya, budaya organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai. Ditingkatan yang paling dalam, budaya organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam organisasi. Asumsi dasar ini biasanya mendasari kepercayaan dan niali-nilai anggota organisasi.

     
    Menciptakan dan Memepertahankan Budaya

              Robbins mengatakan bahwa budaya organisasi itu tidak muncul dari ruang yang hamppa atau dari langit. Jadi ada suatu kekuatan yang mempenagruhi terciptanya suatu budaya organisasi. Asal mula budaya organisasi di sini pendiri membangun nilai tertentu di organisasinya, kemudian dikembangkan dan dipakai sebagai rujukan oleh anggota organisasi.
              Robbins mencatat bahwa ada tiga kekuatan yang berperan dalam mempertahankan suatu budaya, sebagai berikut:
      1. Praktik seleksi, dalam keputusan final, seperti siapa kandidat yang akan dipekerjakan sangat dipengaruhi oleh penilai, pengambil keputusan tentang seberapa baiknya kandidat akan cocok dengan organisasi akan sangat berpengaruh terhadap upaya pelestarian budaya organisasi.
      2. Manajemen puncak, melalui keteladanannya dalam berperilaku dalam menegakkan norna-norma yang ada akan menentukan tetap tegaknya budaya yang telah disepakati.
      3. Sosialisasi, yaitu proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi itu. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan sejak tahap pra kedatangan, suatu kurun waktu pembelajaran yang dilakukan sebelum seseorang karyawan baru bergabung secara resmi dengan organisasi.
              Sosialisasi kemudian dilakukan pada tahap perjumpaan, tahap dalam mana pegawai baru menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Tahap sosialisasi selanjutnya adalah apa yang disebut dengan tahap metamorphosis, suatu tahap dalam proses sosialisasi dimana para pegawai baru menyesuaikan diri pada nilai dan norma kelompok kerjanya. 
    BAB III
    PENUTUP

    1. Kesimpulan

       Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi, maka selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu bisa berbeda dengan budaya yang dominan di bagian lainnya.
              Budaya organisasi  dapat diperkuat dengan mewariskan nilai inti dari satu generasi ke generasi berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai. Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki organisasi. Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
              Ditingkat berikutnya, budaya organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai. Ditingkatan yang paling dalam, budaya organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam organisasi. Asumsi dasar ini biasanya mendasari kepercayaan dan niali-nilai anggota organisasi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ardana, Komang; Mujiati, Ni Wayan; Ayu Sriathi, Anak Agung. Perilaku Keorganisasian. 2009. Yogyakarta. Edisi ke-2. Graha Ilmu. xii=208 hlm, 1 jil. : 23 cm.
    Davis, Keith. Jhon W. Newstrom. Perilaku dalam Organisasi. 1985. Gelora Aksara Pratama.
    Hersey, Paul. Kenneth H. Blanchard. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. 1982. Jakarta. Gelora Aksara Pratama.
    Kencana, Inu Syafi’ie. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. 2013. Jakarta. Refika Aditama.
    Kreitner, Robert. Angelo Kinicki. Perilaku Organisasi. 2005. Jakarta. Salemba Empat.
    M. Ivancevich Jhon, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. Perilaku dan Manajemen Organisasi. 2006. Gelora Aksara Pratama.
    R. Matindas. Manajemen SDM Lewat Konsep Aku. 2002. Jakarta. Pustaka Utama Grafindo.
    Rivai,Veithzal. Kiat Memimpin dalam Abad ke-21. 2004. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
    Syarbani, Syahrial. Rusdiyanto, Doddy Wihardi. Pengetahuan Dasar Ilmu Politik. Ghalia Indonesia.
    Wibowo. Perilaku dalam Organisasi. 2014. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar