Baca Juga
Makalah Analisis Kualitas Tanah |
MAKALAH ANALISIS KUALITAS TANAH
KATA PENGANTAR Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah
ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Analisis Kualitas
Tanah”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga
makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terimakasih.
Makassar,07
Desember 2017
Penyusun
DAFTAR ISI Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
JUDUL……………………………………………………………………………….i
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………….ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan
masalah………………………………………………………..2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Kualitas
Tanah…………………………………………………………….3
B. Sifat
Tanah Alfisols……………………………………………………….7
C. Pengelolaan
Tanah………………………………………………………9
D. Penggunaan
Lahan………………………………………………………11
E. Erosi……………………………………………………………………….15
F. Penelitian
Yang Relevan………………………………………………..22
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………25
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
A. Latar
belakang Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
Dalam usaha pertanian, tanah merupakan media utama untuk
melakuakn budidaya. Meskipun telah banyak ditemukan berbagai media tumbuh
tanaman, maun semua itu hanya berskala kecil dan belum dapat menggantikan tanah
untuk prouksi dalam skala besar. Ooleh Karena itu peranan tanah masih sangat
besar dala usaha pertanian.
Kesuburan tanah merupakan hal sering menjadi kajian dalam
mempelajari pertanian. Kesuburan tanah di anggap dapat menjamin hasil tanaman
selain faktor varietas, pengeloaan tanaman dan hama serta penyakit. Namun untuk
menjamin produksi tanaman tidak hanya perlu memperhatikan kesuburan tanah
melainkan harusjuga memperhatikan kualitas tanah tersebut. bila usaha menjaga
kesuburan tanah hanya terbatas pada
kemampuan tanah mesuplay unsure hara, maka kulitas tanah juga mencakup faktor
fisika, kimia dan biologi dengan lebih mendalam serta mempertimbangkan faktor
bahan pencemar sebagai kajiannya.
Kualitas tanah meliputi kualitas tanah secara fisika,
kimia dan biologi. Ketiga hal tersebut memiliki parameter masing-masing dan tidak dapat terpisahkan
satu sama lain serta saling mempengaruhi. Parameter sifat fisik yang menentukan
kualitas tanah antara lain, tekstur, struktur, stabilitas agregat, kemampuan
tanah menahan dan meloloskan lain serta ketahanan tanah terhadap erosi dan lain
sebagainya. Lalu parameter kimia yang mempengaruhi kualitas taah adalah,
ketersediaan unsure hara, KTK, KTA, pH, ada tidaknya zat pencemar, dan lain
sebagainya. Sedangkan parameter biologi yang menentukan kualitas tanah anatara
lain jumlah dan jenis mikrobia yang ada dan beraktivitas di dalam tanah.
Setiap parameter memiliki peranan tersendiri dalam
menentukan kualitas tanah. Dalam pertanian kualitas tanah tentunya berhubungan
dengan pertumbuhan dan produksi tanaman. Setiap parameter dapat berpengaruh
pada ketersediaan unsure hara, ketersediaan air, keleluasaan akar untuk tumbuh,
dan reaksi serta interaksi antara tanaman dengan faktor biotic dan abiotik
dalam ekosistem.
Oleh karena itu dalam mengetahui serta mengkelaskan
kualitas tanah, maka parameter fisik kimia dan biologi tanah harus diuji lebih
dahulu. dengan menguji kualitas dari setiap parameter tersebut, maka kualitas
tanah dapat diketahui secara menyeluruh. Hal ini karena untuk menentukan
tingkat kualitas tanah, parameter fisik, kimia dan biologi tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.
B. Rumusan
Masalah Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
a. Untuk
Mengetahui Kualitas Tanah
b. Untuk
Mengetahui Sifat Tanah Alfisols
c. Untuk
Mengetahui Penggunaan Lahan
d. Untuk
Mengetahui Erosi
BAB II
PEMBAHASAN Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
A. Kualitas
Tanah
Kualitas tanah adalah kapasitas dari
suatu tanah dalam suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan
manuasia atau ekosistem alami dalam waktu yang lama. Fungsi tersebut adalah
kemampuannya untuk mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan serta
hewan atau produktivitas biologis,
mempertahankan kualitas udara dan air atau mempertahankan kualitas lingkungan,
serta mendukung kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Tanah berkualitas
membantu hutan untuk tetap sehat dan menumbuhkan tumbuhan yang baik atau
lansekap menarik. Sedangkan degradasi tanah adalah penurunan kualitas tanah
(Wander,et al. 2002 cit Plaster, 2003)
Pengukuran kualitas tanah dibidang
pertanian hendaknya tidak hanya terbatas pada tujuan produktivitas, sebab
ternyata penekanan pada produktivitas megakibatkan degradasi tanah. Pada umumnya,
hasil panen dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak terkait dengan kualitas
tanah. Kualitas tanah juga dianggap sebagai unsur kunci pertanian berkelanjutan
(Larson and Piece, 1991 : hal 4).
Kualitas tanah memadukan unsur fisik,
kimia dan biologi tanah beserta interaksinya. Agar tanah dapat berkemampuan
efektif, ketiga komponen tersebut harus disertakan. Semua parameter tidak
mempunyai keterkaitan yang sama pada semua tanah dan pada semua kedalaman.
Suatu satuan data minimum sifat tanah atau indikator dari masing-masing ketiga
unsur tanah dipilih berdasarkan kemampuannya sebagai tanda berfungsinya
kapasitas tanah pada suatu penggunaan
lahan khusus, iklim dan jenis tanah (Soil Quality Institute, 1999; Ditzler and
Tugel, 2002 : hal 27).
Bahan organik tanah merupakan indikator
dari kualitas tanah, karena merupakan sumber dari unsur hara esensial dan
memegang peranan penting untuk kestabilan agregat, kapasitas memegang air dan
strutur tanah (Handayani, 1991 cit Handayani, 2001 : hal 2). Oleh karena itu
bahan organik tanah erat kaitannya dengan kondisi tanah baik secara fisik,
kimia dan biologis yang selanjutnya turut menentukan produktivitas suatu lahan
(Warder et al, 1994 cit Handayani, 2001 : hal 3). Walaupun bahan organik tanah
sangat penting, tetapi hingga kini belum ada informasi pengelolaan kualitas
bahan organik tanah secara ekplisit dan mendasar. Salah satu penyebabnya adalah
belum adanya nilai atau ukuran kualitas
bahan organik tanah secara kualitatif yang dapat mencerminkan bioaktifitas
tanah sekaligus merupakan refleksi dari tingkat kesuburan tanah (Handayani,
2001 : hal 3).
Penilaian kualitas tanah dapat melalui
penggunaan sifat tanah kunci atau indikator yang menggambarkan proses penting
tanah. Selain itu juga, penilaiannnya
dengan mengukur suatu perubahan fungsi tanah sebagai tanggapan atas
pengelolaan, dalam konteks peruntukan tanah, sifat-sifat bawaan dan pengaruh lingkungan seperti hujan dan suhu
(Dittzler and Tugel, 2002 cit Andrew et al. 2004 : hal 5).
Dalam penilaian atau interpretasi
kulaitas tanah harus mempertimbangkan
proses evaluasi sumberdaya lahan berdasar fungsinya dan perubahan fungsi
tanah sebagai tanggapan alami khusus atau cekaman dan juga praktek pengelolaan.
Lima fungsi tanah yaitu : (1) menopang aktivitas biologi, keanekaragaman,
dan produktivitas; (2) mengatur dan
memisahkan air dari larutan; (3) menyaring, menyangga, mendegradasi,
imobilisasi dan mendetoksifikasi bahan-bahan organik dan an organik, termasuk
hasil samping industri dan kota serta endapan atmosfer; (4) menyimpan dan
mendaur hara dan unsur-unsur lain dalam biosfer bumi; serta (5) memberikan
dukungan bagi bangunan struktur sosial-ekonomi dan perlindungan kekayaan arkeologis yang
berhubungan dengan pemukiman manusia (Allan, dkk., 1995 : hal 1).
Dampak negatif dari ketidakmampuan tanah
untuk memenuhi fungsinya adalah terganggunya kualitas tanah sehingga
menimbulkan bertambah luasnya lahan kritis, menurunnya produktivitas tanah dan
pencemaran lingkungan. Dampak tersebut membuat kita untuk mencari indikator
dari segi tanah yang dapat digunakan untuk memonitor perubahan kualitas tanah
agar tetap memenuhi fungsinya. Penurunan kualitas tanah akan memberikan
kontribusi yang besar akan bertambah buruknya kualitas lingkungan secara umum
(Suriadi dan Nazam, 2005 : hal 16).
Kandungan bahan organik tanah telah
terbukti berperan sebagai kunci utama dalam mengendalikan kualitas tanah baik
secara fisik, kimia maupun biologi.
Bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume tanah, meningkatkan
permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan
stabilitas agregat, meingkatkan kemampuan tanah memegang air, menjaga
kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air hujan,
mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah. Bahan organik mampu memperbaiki
sifat kimia tanah seperti menurunkan pH tanah, dapat mengikat logam beracun
dengan membentuk kelat komplek, meningkatkan kapasitas pertukaran kation dan
sebagai sumber hara bagi tanaman (Tisdall and Oades, 1982 cit Stevenson, 1994 :
56). Dari sifat biologi tanah, bahan organik tanah mampu mengikat butir-butir
partikel membentuk agregat dari benang hyphae terutama dari jamur mycorrhiza
dan hasil eskresi tumbuhan dan hewan lannya (Soegiman, 1982; Addiscott, 2000
cit Suriadi dan Nazam, 2005 : 21)
Doran and Parkir (1996) dalam Purwanto
(2002 : hal 6) berpendapat bahwa indikator kualitas tanah harus mencakup
kisaran situasi ekologi dan sosioekonomi yaitu :
1. Mempunyai
korelasi yang erat dengan proses-proses alami dalam ekosistem (dan bermanfaat
dalam modeling berorientasi proses).
2. Mengintegrasikan
sifat dan proses fisik, kimia dan biologi dan bermanfaat sebagai input untuk
memperkirakan sifat atau fungsi tanah yang sukar untuk diukur secara langsung.
3. Relatif
murah dan mudah digunakan untuk memperkirakan kualitas tanah pada kondisi lapangan, baik oleh
spesiais/ilmuwan maupun petani.
4. Harus
cukup peka untuk menggabarkan pengaruh iklim dan pengelolaan terhadap kualitas
tanah dalam jangka panjang, namun tidak begitu peka terhadap pola cuaca jangka
pendek.
5. Bersifat
universal, namun menggambarkan pola spasial dan temporal.
6. Apabila
mungkin, juga merupakan komponen dari database tanah saat ini.
B. Sifat
Tanah Alfisols
Alfisols umumnya berkembang dari batu
kapur, olivine, tufa dan lahar. Bentuk wilayah beragam dari bergelombang hingga
tertoreh, tekstur berkisar antara sedang hingga halus, drainasenya baik. Reaksi
tanah berkisar antara agak masam hingga netral, kapasitas tukar kation dan
basa-basanya beragam dari rendah. Jeluk tanah dangkal hingga dalam. Mempunyai
sifat kimia dan fisika yang relatif baik (Munir, 1996 : hal 60).
Alfisols merupakan tanah dengan
kandungan N dan P yang rendah disebabkan karena pengikatan oleh mineral Al dan
Fe. Oleh karena itu diperlukan bahan
organik yang dapat melepaskan jerapan N dan P oleh mineral-mineral tanah.
Pemberian bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah melalui proses mineralisasi akan melepaskan hara
tanaman dengan lengkap. Hara N dan P merupakan hara yang relatif banyak untuk
dilepas dan dapat digunakan tanaman (Sutanto, 2005 : 32).
Menurut Hardjowigeno (1987 : hal 181),
tanah alfisols adalah tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison
bawah (horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu 35%. Bila
kejenuhan basa sangat tinggi maka makin ke bawah jumlahnya konstan, sedang bila
pada horison argilik kadarnya tidak tinggi, maka jumlahnya harus bertambah
makin ke horison bawah (Munir, 1996 : hal 62). Liat yang tertimbun di horison
bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan
gerakan air. Tanah ini dulu termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol dan
Podzolik Merah Kuning.
Tanah alfisols mempunyai pH yang rendah
atau bersifat masam yang akan mempengaruhi ketersediaan P (Munir, 1996 : hal
63). Pada pH rendah ini, ion P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn
membentuk senyawa yang tidak larut. Dari berbagai hasil penelitian tentang
tanah masam diketahuilah bahwa masalah kemasaman tanah akan berakibat pada
kurangnya ketersediaan unsur P dan fiksasi N terhambat (Hakim et al,1986 : 66).
Permasalahan yang terdapat pada tanah
alfisols adalah adanya horison B argilik dimana terdapat kandungan liat yang
sangat tinggi sehingga menyebabkan distribusi akar kurang baik karena horison
ini bertekstur berat (Munir, 1996 : hal 64).
Menurut Munir (1996 : hal 66), tanah
alfisols sebagian besar telah diusahakan untuk pertanian dan termasuk tanah
yang subur meskipun masih dijumpai kendala-kendala yang perlu mendapat
perhatian dalam pengelolaannya. Kendala-kendala tersebut antara lain:
a. Pada
beberapa tempat dijumpai kondisi lahan yang berlereng dan berbatu.
b. Horison
B argilik dapat mencegah distribusi akar yang baik pada tanah dengan horison B
bertekstur berat.
c. Pengelolaan
yang intensif dapat menimbulkan penurunan bahan organik pada lapisan tanah
atas.
d. Kemungkinan
fiksasi kalium dan amonium mungkin terjadi karena adanya mineral illit.
e. Kemungkinan
terjadi erosi untuk daerah yang berlereng.
f. Kandungan
P dan K yang rendah
C. Pengelolaan
Tanah
Tanah, air, iklim, flora dan fauna
adalah sumber daya alam yang utama bagi perkembangan pertanian. Produktivitas
tanah didasarkan pada komposisi mineral, struktur tanah, kedalaman, dan
drainase, bahan organik, dan aktivitas mikrobia. Semua ini penting keberadaannya
dalam tanah sehubungan dengan keberlanjutan pertanian. Praktek pengelolaan
tanah antara lain :
1. Uji
tanah. Unsur hara menyediakan energi bagi tanah, respon tanaman untuk
penambahan unsur hara dan kebutuhan hara yang berubah-ubah dapat diamankan melalui
uji tanah dengan memilih target yang tepat dan aplikasi untuk peningkatan
jumlah unsur hara, meningkatkan kesuburan tanah dan hasil tanaman.
2. Konservasi
tanah dan air. Untuk menghindari hilangnya produktivitas tanah, hasil panen dan
pengukuran secara mekanis umumnya penanaman dalam galur, penanaman menurut
kontur, keseimbangan hayati, pemulsaan dan lain-lain harus diikuti.
3. Penggunaan
bahan organik dan pupuk hayati. Untuk menjaga atau meningkatkan kesuburan
tanah, sifat fisika dan kimia dari tanah dan meningkatkan kapasitas memegang
air dari penggunaan bahan organik tanah, kompos, vermikompos, limbah hasil
panen, aplikasi sapitek akan menolong dalam membentuk jaringan bahan organik
sebagai indeks tersedia dari kesuburan. Cacing tanah bekerja dalam tanah
sebagai indikator dari kesehatan agroekosistem untuk kestabilan agregasi dari
bahan organik komplit dalam tanah lempungan dan efisiensi penyediaan hara.
4. Meningkatkan
keadaan fisika tanah. Batasan fisika berpengaruh terhadap produktivitas dan
praktek pengelolaan sebagai berikut : tanah padat dapat diperbaiki dengan
pemecahan atau pengolahan yang dalam, pemadatan tanah yang mudah hancur,
mencegah pembentukan remah oleh bahan penutup tanah organic.
5. Penyelesaian
masalah tanah. Untuk mengatasi masalah penurunan produktivitas tanaman pada
tanah garam dapat diatasi dengan menambahkan bahan penetral tanah seperti
sulfur, pirit, gypsum. Atau menambahkan bahan untuk menjaga kelembaban tanah
seperti sisa hasil pertanian yang dikembalikan, pupuk kandang, dan bahan organik
lain.
6. Peningkatan
penggunaan unsur hara sekunder dan mikro. Aplikasi unsur hara makro melalui
pemupukan kimia berpengaruh langsung terhadap hasil tanaman, juga menunjukkan
defisiensi unsur hara sekunder dan mikro. Respon tanaman terhadap unsur hara
terbatas dan dibatasi oleh beberapa faktor pembatas.
Tantangan Dalam Pengembangan Kualitas Tanah:
1. Perlu
membangun kesamaan konsep tentang kualitas tanah.
2. Penentuan
set indicator minimum (minimum data set) suatu kualitas tanah.
3. Pengembangan
metode kuantifikasi kualitas tanah.
4. Penetuan
base line dan nilai baku mutu.
5. Kualitas
tanah perlu dimasukkan dalam penentuan mutu lingkungan.
6. Siapa
atau rencana usaha/ kegiatan apa saja yang wajib melakukan evaluasi kualitas
tanah ada skala berapa, dan kapan harus melakukan evaluasi tersebut.
D. Penggunaan
Lahan
Penggunaan
lahan pertanian biasanya dibedakan berdasar komoditi yang diusahakan seperti
sawah, tegalan, kebun dan sebagainya. Penggunaan lahan di luar pertanian dapat
dibedakan dalam penggunaan perkotaan, pedesaan,
pemukiman, industri, rekreasi dan lain sebagainya. Penggunaan lahan ini
sifatnya sangat dinamis sewaktu-waktu bisa berubah. Perubahannya dapat
disebabkan oleh bencana alam dan lebih
sering disebabkan oleh campur tangan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya.
Peningkatan jumlah penduduk dapat berarti
pula peningkatan kebutuhan akan lahan baik untuk pertanian maupun
pemukiman. Peningkatan kebutuhan lahan ini akan diimbangi dengan
mengintensifkan penggunaan lahan maupun
perluasan. Kedua usaha ini merubah lahan baik berupa luasan maupun jenisnya
(Haikal, 2004 cit Suripin, 2004 : hal 56).
Berbagai tipe penggunaan lahan dijumpai
di permukaan bumi, masing-masing tipe memiliki kekhususan tersendiri. Tipe
penggunaan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian,
padang penggembalaan, kawasan rekreasi dan lainnya. Badan Pertahanan Nasional
mengelompokkan jenis penggunaan lahan
sebagai berikut : (1) pemukiman, berupa kombinasi antara jalan, bangunan, tegalan / pekarangan dan
bangunan itu sendiri (kmpung dan emplasemen) ; (2) kebun, meliputi kebun
campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan
satu jenis maupun campuran, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai
pembatas tegalan ; (3) tegalan, merupakan daerah yang ditanami umumnya tanaman
semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami umumnya tanaan semusim adalah
padi gogo, singkong, jagung, kendang, kedelai dan kacang tanah ; (4) sawah
merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi
tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga beberapa hari sebelum
panen ; (5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik
alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun, besar serta lebat ; (6)
lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan
lain akibat aktivitas manusia ; (7) semak belukar adalah daerah yang ditutupi
oleh pohon baik pohon alami maupun yang
dikelola dengan dengan tajuk yang relatif kurang rimbun (Haikal, 2004).
Suatu tanah harus menyediakan suatu
lingkungan yang bebas dari faktor-faktor penghambat seperti kemasaman atau
kebasaan ekstrim, organisme-organisme penyebab penyakit, substansi beracun,
garam-garam belebih atau lapisan-lapisan yang tidak dapat ditembus (Foth, 1994
: hal 16). Foth (1994 : hal 16) menerangkan lebih rinci bahwa pertumbuhan
tanaman tergantung tanah sebagai penyedia air da hara. Sehingga tanah harus
menyediakan suatu lingkungan mendukung sehingga akar-akarnya dapat berfungsi.
Hal ini membutuhkan ruang pori untuk
perpanjangan akar, oksigen untuk respirasi akar dan CO2
yang
dihasilkan dapat terdifusi keluar dan tidak terlonggok di dalam tanah.
Ketidakhadiran faktor pengkambat (misalnya alumunium) atau perubahan suhu yang
tajam serta patogen-patogen adalah hal penting. Salah satu fungsi tanah
yang penting adalah untuk mendukung
pertumbuhan.
Pembatas
utama penggunaan sumber tanah untuk produksi pertanian adalah kekurangan air
(28%), cekaman mineral (23%), kedalaman efektif yang dangkal (22%), kelebihan
air (10%) dan suhu tanah yang dingin (6%). Tanah yang tidak mempunyai pembatas
berat hanya sekitar 11%. Lahan yang sekarang dibudidayakan merupakan lahan yang
terbaik di dunia, dibandingkan yang tidak digunakan, sedangkan lahan subur
berpotensial dapat mempunyai pembatas yang lebih besar daripada yag ada (Foth,
1984 : hal 13).
Sifat fisik tanah yang perlu
diperhatikan adalah terjadinya masalah degradasi struktur tanah akibat fungsi
pengelolaan (Sanchez, 1992 : hal 104). Selain itu Foth (1984 : hal 32) menerangkan
bahwa walaupun pada lahan budidaya yang tidak tererosi, bahan organik hilang
secara cepat. Hal tersebut ditemukan di Missouri Agricultural Experiment
Station, bahwa sebagai hasil budidaya lebih dari 60 tahun, tanah pada keadaan
yang tidak tererosi, bahan orgnik hilang sepertiganya, kehilangan tersebut
lebih besar pada awal budidaya dibandingkan
budidaya selanjutnya. Kehilangan bahan organik sekitar 25% pada 20 tahun
awal, sekitar 10% pada 20 tahun kedua dan hanya sekitar 7% pada 20 tahun ketiga.
Dalam kata lain, taraf keseimbangan baru hampir tercapai setelah sekitar 60
tahun.
Beberapa praktik pengelolaan misalnya
penggunaan tanaman penutup dan
penambahan bahan organik dapat menghasilkan pengaruh positif pada
kualitas tanah. Praktik pengelolaan tanh lainnya, seperti pengolahan tanah
ketika basah berpengaruh kurang baik
pada kualitas tanah karena meningkatkan pemadatan.
Afisols apabila mendapat air secukupnya
dapat ditanami tebu, padi dan tanaman buah-buahan secara intensif. Di daerah
Playen (Gunung Kidul) diusahakan sebagai hutan jati dengan tanaman bawah
lantana cemara. Sedangkan di daerah lainnya sebagian besar telah diusahakan
dengan berbagai tanaman baik tanaman semusim maupu tahunan.
Hutan mengusik tanah paling sedikit,
tetapi pengelolaan tanah masih menjadi perhatian. Ketika pohon-pohon dipanen
setelah penanaman selama beberapa waktu,
peralatan penebangan memotong penutupan pohon dan memampatkan tanah. Hasilnya
adalah peningkatan erosi dan tanah menjadi kurang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman baru yang dibibitkan. Perhatian lainnya termasuk pemilihan pohon
terbaik untuk tiap jenis tanah dan menjamin keadaan yang baik untuk bibit yang
baru (Plaster, 2003 : hal 31).
Penambahan berkala bahan organik secara
drastis berkurang ketika hutan dibudidayakan (Sanchez, 1992 : hal 177). Selain
itu Sanchez (1992 : hal 188) menjelaskan bahwa bahan organik yang dapat
dipertahankan pada aras yang tinggi dengan praktek pengelolaan yang baik di
daerah tropis.
E. Erosi
Erosi tanah adalah hilangnya tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke
tempat yang lain. dapat juga diartikan pemecahan agregat tanah oleh air hujan
dan pengangkutan partikel tanah oleh limpasan permukaan dari suatu tempat ke
tempat yang lain yang lebih rendah. Dalam hal ini terjadinya erosi tanah berlangsung
dua proses penting yang perlu dicermati, yaitu adanya pemisahan dan
pengangkutan partikel-partikel atau
bahan-bahan lainnya. Proses erosi tersebut terjadi dari lereng atas
selanjutnya diendapkan pada lereng bawah dalam bentuk sedimentasi (Harjadi,
2005 : hal 35). Erosi tersebut pada mulanya merupakan kejadian alamiah oleh
suatu proses geologi yang belum begitu membahayakan bagi pelestarian
pemanfaatan lahan. Selanjutnya dengan semakin banyaknya campur tangan manusia
sebagai pemanfaatan lahan, maka erosi
yang terjadi semakin mengganggu keseimbangan dan tidak mempedulikan asas
kelestarian. Sehingga laju erosi yang terjadi jauh melebihi kecepatan proses
pembentukan tanah. Kerusakan fisik yang diakibatkan erosi sulit untuk
diperbaiki (Nugroho, 2002 : hal 14).
Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan
jumlah tanah hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan
tanaman dan konservasi tidak mengalami perubahan (Mangunsukardjo, 1999 : hal
25).
Suripin (2002 : hal 41) menyatakan
secara keseluruhan terdapat lima faktor yang mempengaruhi besarnya laju erosi,
yaitu: iklim, tanah, topografi, vegetasi dan kegiatan manusia. Perubahan
tataguna lahan dan praktek pengelolaan
DAS juga mempengaruhi terjadinya erosi, sedimentasi dan pada gilirannya akan
mempengaruhi kualitas air. Besarnya erosi memperhitungkan kedua faktor tersebut,
sedangkan faktor yang lain dianggap satu disebut dengan erosi potensial. Daerah
yang memiliki perubahan iklim yang besar seperti daerah kering, hujan tidak
lagi menjadi faktor dominan terjadinya erosi. Daerah kering memiliki intensitas
hujan yang kecil namun ketika hujan turun kuantitasnya akan sangat besar.
Daerah kering pertumbuhan vegetasi penutupan lahannya terhambat sehingga dengan
demikian potensi terhadap erosi sangat besar (Suripin, 2002 : hal 56).
Secara umum erosi merupakan fungsi dari
iklim, topografi, vegetasi, tanah dan aktivitas manusia. Perubahan yang terjadi
pada salah satu faktor tersebut akan mempengaruhi besarnya erosi dan
sedimentasi.
1. Iklim
Faktor iklim yang paling menentukan
dalam hal ini adalah hujan yang dinyatakan dalam ”nilai indeks erosivitas
hujan” Salah satu unsur iklim yang sangat penting mempengaruhi proses erosi
adalah hujan. Hujan dengan intensitas tinggi akan memberikan daya pukul air
hujan terhadap butiran tanah semakin tinggi. Hujan akan menyebabkan erosi
apabila intensitasnya cukup tinggi dan jumlahnya banyak dalam jangka waktu yang
relatif lama. Selain itu ukuran butir hujan sangat berperan dalam menentukan
erosi. Energi kinetik air hujan yang merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah besarnya
tergantung pada diameter air hujan, sudut datang dan kecepatan jatuhnya.
Kecepatan jatuh butir-butir hujan ditentukan oleh ukuran butir dan angin.
Energi kinetik mencapai maksimal pada
intensitas 50 – 100 mm/jam dan > 250 mm/jam., sehinggga kekuatan untuk
merusak tanah juga semakin besar.
2. Topografi
Topografi berperan dalam menentukan
kecepatan dan volume limpasan permukaan.
Unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panjang dan kemiringan
lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang terakumulasi dan
melintas di atasnya menjadi lebih besar. Pengaruh panjang lereng bervarisi, tergantung
bentuknya, yaitu cekung, cembung atau datar. Sedangkan pengaruh kemiringan
lebih besar dibandingkan pengaruh panjang lereng karena pergerakan air serta
kemampuannya memecahkan dan membawa partikel tanah akan bertambah dengan
bertambahnya sudut kemiringan. Peningkatan kemiringan lereng menyebabkan
kemampuan tanah untuk meresapkan air hujan semakin rendah, sehingga lebih
banyak air yang mengalir di permukaan. Hal ini menyebabkan tanah dan bagian
bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas lereng.
3. Vegetasi
Vegetasi Keberadaan vegetasi akan
mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi, melalui fungsinya melindungi tanah
terhadap pukulan langsung oleh tenaga butir-butir air hujan. Peranan vegetasi
dalam mengurangi erosi melalui :
a. Intersepsi
dan absorpsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi air hujan yang
jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun sebaliknya tinggi tanaman / tajuk
mempunyai pengaruh yang berlawanan, makin tinggi tajuk dari permukaan tanah,
energi kinetik yang ditimbulkan dari (akumulasi) butir hujan (setelah
intersepsi mencapai titik jenuh, sehingga ukurannya menjadi besar) akan semakin
besar sehingga erosivitasnya semakin besar.
b. Penyebaran
akar dalam mempengaruhi struktur tanah. Perakaran tanaman akan memantapkan
agregat tanah serta memperbesar
porositas tanah disekitarnya. Perakaran dapat menembus lapisan tanah
serta menghasilkan eksudat yang menjadi perekat antar tanah sehingga membentuk
ikatan antar butir tanah yang akan membentuk struktur tanah.
c. Penghasil
bahan organik dari seresah yang merupakan : pelindung tanah dari pukulan
butiran air hujan dan limpasan permukaan, perbaikan struktur tanah, dan menjadi
salah satu sumber energi fauna tanah untuk aktivitasnya.
4. Tanah
Kepekaan tanah terhadap laju erosi tergantung sifat-sifat tanah itu sendiri
yang dinyatakan sebagai faktor ”erodibilitas tanah”. Erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh texture, struktur, permeabilitas dan kandungan bahan organik.
Nilainya berkisar antara 0,0 hingga 0,99. makin tinggi nilainya, berarti tanah makin mudah tererosi, Laju
erosi tergantung pada ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar karena
pukulan air hujan dan limpasan permukaan, serta kemampuan tanah untuk menyerap
air hujan, sehingga akan menentukan volume air permukaan yang mengikis dan
mengangkut hancuran tanah.
Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah
:
a. Tekstur
tanah Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-
partikel tanah dan tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur
utama tanah adalah pasir (sand), debu (silt ) dan liat (clay). Di lapangan
tanah terbentuk oleh kombinasi ketiga unsur tersebut di atas. Misalnya, tanah
dengan unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong kuat
sehingga tidak mudah tererosi.Hal yang sama juga berlaku untuk tanah dengan unsur dominan
pasir (tanah dengan tekstur kasar), kemungkinan untuk terjadinya erosi pada
jenis tanah ini besar dan, dengan demikian menurunkan laju air larian.
Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit
unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi.
b. Unsur
organik Bahan organik berfungsi sebagai perekat antara butir tanah sehingga
memantapkan agregat tanah. Unsur organik terdiri atas limbah tanaman dan hewan
sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur
tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air
tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah
dapat menghambat kecepatan air larian, ddengan demikian menurunkan potensi
terjadinya erosi.
c. Struktur
tanah Struktur tanah adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk
agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah.
Misalnya, struktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam
meloloskan air larian, dan dengan demikian menurunkan laju air larian dan
memacu pertumbuhan tanaman.
d. Permeabilitas
tanah Permeabilitas tanah meninjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air.
Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam
menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan
infiltrasi, dengan demikian menurunkan laju air larian.
5. Manusia
Manusia menentukan apakah tanah yang
diusahakan akan rusak atau menjadi lebih baik. Manusia yang memperlakukan tanah
tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air menyebabkan intensitas erosi
semakin meningkat. Faktor kegiatan manusia memegang peranan yang sangat penting
terutama dalam usaha-usaha pencegahan erosi, sebab manusia dapat memperlakukan
faktor-faktor penyebab erosi lainnya, kecuali faktor iklim.
Erosi tanah sebagai proses hilangnya
lapisan tanah yang jauh lebih cepat dari proses hilangnya tanah pada proses
geologi (geological erosion). Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan baik
pada tanah atau pada tanaman penutup tanah tersebut. Berdasarkan bentuk tanah
yang terkena kikisan air, erosi dibedakan menjadi dua macam, yaitu erosi
permukaan (sheet erosion) dan erosi
parit (rill erosion) yang berkembang menjadi gully erosion (Frevet et
al., 1950 cit Suripin, 2002 : hal 36).
F. Penelitian
Yang Relevan
1.
Partoyo (2005 : hal 1). Analisis Indeks Kualitas Tanah Pertanian Di
Lahan Pasir Pantai Samas Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 12
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung indeks kualitas
tanah pada berbagai petak budidaya
dengan umur penggunaan lahan yang berbeda, sehingga dapat diketahui kaitan
antara lama waktu pemanfaatan lahan dan
perbaikan kualitas tanah berdasarkan hasil perhitungan indeks kualitas
tanah. Perlakuan utama yang diterapkan untuk memperbaiki sifat tanah di
lahan pantai adalah dengan penambahan
lempung dan pupuk kandang sesuai dosis anjuran berdasarkan penelitian
terdahulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berdasarkan nilai indeks kualitas tanah, perlakuan penambahan tanah lempung dan
pupuk kandang dapat memperbaiki kualitas tanah. Perbaikan kualitas tanah
tersebut ditunjukkan oleh indeks kualitas tanah yang semakin tinggi. Kualitas
tanah pada blok lahan yang digunakan selama 19 dan 11 tahun lebih baik
dibandingkan tanah asli. Blok lahan yang baru digunakan selama 3 tahun belum
mengalami perubahan kualitas tanah yang nyata. Indeks kualitas tanah
masing-masing blok adalah : 0,35 (umur penggunaan lahan 19 tahun); 0,32 (umur
penggunaan lahan 11 tahun); 0,28 (umur penggunaan lahan 3 tahun) dan 0,17
(tanah asli).
2.
Eni Maftuah (2002 : hal 1). Studi Potensi Diversitas Makrofauna Tanah
Sebagai Bioindikator Kualitas Tanah Pada Beberapa Penggunaan Lahan Jurnal
Biosains Vol. 2
Penelitian ini dilakukan pada lahan hutan jati, sengon,
tebu, ubi kayu dan lahan terlantar. Pengamatan terhadap makrofauna yang aktif
di permukaan dan di dalam tanah serta faktor abiotik sebagai indikator kualitas
tanah dilakukan pada setiap usim hujan setiap minggu selama lima minggu.
Perbedaan penggunaan lahan mempengaruhi diversitas makrofauna yang aktif di
permukaan dan di dalam tanah. Diversitas makrofauna yang aktif di permukaan
tanah kurng mengambarkan kondisi tanah, sebaliknya diversitas makrofauna di
dalam tanah lebih berkaitan dengan kondisi tanah. Kelimpahan semut memiliki
potensi untuk dijadikan indikator terhadap N total dan kemantapan agregat
tanah, sedangkan kelimpahan rayap berpotensi sebagai indiktor terhadap N total
dan kelembaban tanah. Biomassa cacing tanah mempunyai korelasi positif dengan N
total, kelembaban tanah dan air tersedia. Variasi kelimpahan milipida sangat
tergantung dari rasio C/N tanah.
BAB IIIPENUTUP Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
A. Kesimpulan Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
Kualitas tanah adalah kapasitas dari suatu tanah dalam
suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan manuasia atau
ekosistem alami dalam waktu yang lama. Fungsi tersebut adalah kemampuannya
untuk mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan serta hewan
atau produktivitas biologis,
mempertahankan kualitas udara dan air atau mempertahankan kualitas lingkungan,
serta mendukung kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Tanah berkualitas
membantu hutan untuk tetap sehat dan menumbuhkan tumbuhan yang baik atau
lansekap menarik. Sedangkan degradasi tanah adalah penurunan kualitas tanah.
Pengelolaan
tanah.
a.
Uji tanah.
b.
Konservasi tanah dan air.
c.
Penggunaan bahan organik dan pupuk hayati.
d.
Meningkatkan keadaan fisika tanah.
e.
Penyelesaian masalah tanah.
f.
Peningkatan penggunaan unsur hara sekunder dan mikro.
DAFTAR PUSTAKA Makalah ANALISIS KUALITAS TANAH
Doran.
J.W., M. Sarrantonio, and M.A. Liebig. 1996. Soil health and sustainability.
Advances in Agronomy. 56:1-54.
Karlen,
D. L. and Mausbach, M. J. 2001. Soil Quality Assesment. Webmaster@www.nstl.gov
Larson,
W.E., and F.J. Pierce. 1994. The dynamics of soil quality as a measure of
sustainable management. In J.W. Doran, D.C. Coleman, D.F. Bezdicek, and B.A.
Stewart (Eds.) Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. SSSA Spec.
Pub. No. 35. ASA, CSSA, and SSSA, Madison, WI.
Notohadiprawiro,
T. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumber Daya Lahan UGM. Yogyakarta.
Notohadiprawiro,
T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
NRCS
(National Resource Conservation Service). 1997. Maryland Soil Quality Assessment
Book. USDA. Washington, DC.
Wild,
Alan. 1993. Soil and the environment an introduction. Cambrigde university
press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar