Baca | Download | Bagikan

Recent Post

    Recent Comment

    Jumat, 20 Oktober 2017

    Perbaikan Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat

    Baca Juga

    Perbaikan Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat

    Pembangunan Kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional sehingga harus mempunyai acuan yang jelas tentang arah pembangunan kesehatan yang dapat dipedomani oleh seluruh komponen pelaku pembangunan. Untuk itu diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh (Ekowati Retnaningsih, 2013 ).
    Kesehatan sebagai investasi sangat berkaitan dengan indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Laporan UNDP 2013 menempatkan Indonesia berada pada urutan ke 108 dari 187 negara, Dengan pengecualian dari Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62) dan Thailand (89), negara-negara anggota ASEAN lainnya menempati peringkat lebih rendah dengan Myanmar (150), Laos (139), Kamboja (136), Vietnam (121) dan Filipina (117). (MENKES 2014).
    Peranan tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sangatlah penting khususnya sebagai tenaga pelaksana pelayanan kesehatan, sehingga wajarlah jika kinerja tenaga kesehatan sabagai salah satu penentu keberhasilan dalam pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan seoptimal mungkin dan didukung oleh adanya tenaga kesehatan itu sendiri yang memadai.
    Kesehatan dipandang sebagai sumber daya yang memberikan kemampuan pada masyarakat untuk meningkatkan kemampuan merubah pola hidup. Hal ini sesuai dengan arah pembangunan kesehatan kita yang meninggalkan paradigma lama menuju paradigma sehat, dalam rangka menuju sehat 2010 (Ahmad Djojosugito, 2001).
    Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan, perlu diperhatikan empat tingkat perubahan yaitu, pengalaman pasien dan masyarakat, sistem mikro pelyanan, sistem organisasi pelayanan kesehatan, dan lingkungan pelayanan kesehatan. Di samping itu harus memiliki tujuan yang jelas dan komprehensif, pelayanan kesehatan harus berfokus pada pelanggan.Oleh karena itu, untuk menanggapi, menyelesaikan permasalahan yang dirasakan oleh pelanggan, dan mengupayakan kesalahan tidak terulang kembali, perlu dilakukan kajian dan perubahan pada system mikro agar dapat memberikan kepuasan pada pelanggan.
    Sarana pelayaan dan tenaga kesehatan yang semakin terbesar diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan secara benar.Berdasarkan hasil SUSENAS 2008 diperoleh keterangan bahwa pasien yang mengeluh sakit sebanyak 40% telah menggunakan pertolongan rawat inap pada rumah sakit. Dengan perkembangan jumlah rumah sakit di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 1.145 unit bertambah menjadi 1.179 unit pada tahun 2009, ini berarti bahwa rasio rumah sakit terhadap penduduk adalah 2,8 rumah sakit per 500.000 penduduk (Dinas Kesehatan, 2012).
    Berdasarkan Riskesdas Nasional, 2013 bahwa pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari 15,1% pada tahun 1966 menjadi 33,7% pada tahun 2007. Begitu pula kunjungan baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan kesehatan meningkat dari 34,4% pada tahun 2008 menjadi 41,8% pada tahun 2009 di samping itu, jumlah masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak berobat sama sekali sebesar 13,3% (Riskesdas Nasional, 2013).
    Lima dimensi kualitas pelayanan untuk mendapatkan kepuasan pelanggan yaitu reliability (tahan uji, dapat dipercaya, kehandalan), tangible (bukti fisik), empathy (empati), assurance (jaminan) dan responsiveness (daya tanggap) (J.Siparanto, 2007).
    Berdasarkan hasil analisis regresi diatas dapat disimpulkan bahwa semua variabel dari dimensi kualitas pelayanan (kehandalan, ketanggapan, keyakinan, keberwujudan dan empati) secara bersama sama memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien rawat inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) dapat diterima dan hipotesis nihil (Ho) ditolak, pengaruhnya yang paling besar adalah variabel bukti fisik (5,191) diikuti daya tanggap (4,280), kehandalan (4,059), empati (1.989), dan jaminan (-4,205) terhadap kepuasan pasien rawat inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Hasilnya adalah R2sebesar (0,789) menunjukkan bahwa 78,9 % variabel kepuasan pasien dapat dijelaskan oleh kualitas pelayanan yaitu kehandalan, daya tanggap, jaminan, bukti fisik dan empati sedangkan sisanya 21,1 % lainnya dijelaskan variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini.
    Berdasarkan hasil penelitian Roberts dan Prenost (2007), mengemukan bahwa mutu pelayanan kesehatan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan (HealthConsumer) lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas memenuhi kebutuhan pasien, keprihatinan serta keramah tamahan petugas dalam melayani pasien untuk kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien (Azrul Aswar, 2011).
    Pasien yang diperlakukan kurang baik dan kurang mendapatkan perhatian, cenderung mengabaikan saran dan nasehat petugas kesehatan atau tidak berobat kembali ke tempat tersebut.Hasil penelitian Schepeus Mevard menunjukkan bahwa 90-50% pasien tidak memenuhi instruksi dokter maupun perawat (Widjono, 2012).

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar