Baca | Download | Bagikan

Recent Post

    Recent Comment

    Selasa, 12 Desember 2017

    Makalah Tentang Hukum Asurasi Jiwa di Indonesia

    Baca Juga

    Makalah Tentang Hukum Asurasi Jiwa di Indonesia
    Makalah Tentang Hukum Asurasi Jiwa di Indonesia

    Makalah Tentang Hukum Asurasi di Indonesia

    BAB IPENDAHULUAN Makalah Tentang Hukum Asurasi Jiwa di Indonesia

    A. Sejarah Asuransi
    Diharapkan dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan lebih mudah karena akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya. Dari penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar. Manusia pada umumnya mempunyai naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kekurangan makan/pangan.
    Salah satu riwayat mengenai masalah ini tercantum pada Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 – 49 dan Kitab Injil Perjanjian Lama Genesis 41. Diriwayatkan tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang kosong. Nabi Yusuf A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang subur dan kemudian tujuh tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa paceklik. Selanjutnya NabiYusuf AS. memberi saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang.
    Selain itu sebuah buku kuno dari India yang dinami “Rig Veda” yang ditulis dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat tentang “Yoga Kshema” yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah sebagai bukti bahwa manusia senantiasa memikirkan dan mempersiapkan kehidupan masa depannya.
    Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seorang saudagar (Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan “uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo). Transaksi

    B. Sejarah Hukum Asuransi di Indonesia

    Di Indonesia sendiri yang sampai sekarang masih rata-rata menganut Hukum Perdata yang dibawa oleh pemerintah Belanda pada masa penjajahan tersebut berakar dari Kodifikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de Commerce) yang dibuat pada permulaan abad kesembilan belas saat masa pemerintahan Napoleon di Prancis.
    Dalam bahasa Belanda sendiri, asuransi disebut dengan istilah verzekering, viflekering, assurantie dan ada 2 pihak yang terlibat dalam urusan pertanggungan ini, yaitu tertanggung dan penanggung. Penanggung (verzekerde) adalah pihak yang yang memberikan perlindungan, sedangkan tertanggung (verzekeraar) adalah pihak yang akan mendapatkan suatu pergantian kerugian jika terkena risiko.
    Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Hukum Dagang yang dianut hanya memuat pasal-pasal mengenai asuransi laut sampai diundangkan dalam rancangan Kitab Undang Undang Hukum Dagang (Wet Boek van Koophandel) pada tahun 1838.
    Pemerintah Belanda sendiri juga mengadopsi konsep hukum asuransi ini dengan membuat bentuk hukum (rechtsfiguur) di indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel dengan satu pengumuman (publicatie) pada tanggal 30 April 1847 yang termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23. Di dalamnya mengatur hal-hal yang digunakan sebagai landasan asuransi modern di Tanah Air sekarang ini., termasuk aturan pertanggungan terhadap risiko kebakaran, hasil bumi sampai dengan perlindungan jiwa.

    C. Timeline Sejarah Asuransi di Indonesia

    Lama menggunakan konsep hukum asuransi dari Pemerintah Belanda, maka pada tahun 1992, Pemerintah Indonesia mengesahkan UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian atau UU Bisnis Asuransi yang sebelumnya segala hal menyangkut asuransi diatur dalam berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Kepres) beserta peraturan pemerintah lainnya.
    Dalam UU Bisnis Asuransi yang menggantikan Ordonnantie op het levensverzekering bedrijf atau Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101 tersebut berisikan tentang aturan yang menyangkut perizinan, pengelolaan dan peranan pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian di Tanah Air.
    Dalam Ketentuan Undang-undang No 2 tahun 1992 yang dikeluarkan pada tanggal 11 Februari 1992 menjelaskan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
    Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa jenis usaha pertanggungan atau asuransi ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang segala ketentuan dan persyaratannya diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan memiliki karakteristik persetujuan yang bersifat untung-untungan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata, yaitu “Suatu persetujuan untung-untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untuk ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.”

     BAB II
    PEMBAHASAN Makalah Tentang Hukum Asurasi Jiwa di Indonesia

    A. pengertian Dan Unsur Asuransi
    Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
    Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
    Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
    Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
    Beberapa hal penting mengenai asuransi:
    1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
    2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
    3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
    4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
    5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
    Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
    1. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
    2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
    3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
    4. Tujuan yang ingin dicapai;
    5. Resiko dan premi;
    6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
    7. Syarat-syarat yang berlaku;
    8. Polis asuransi.
    B. Hukum asuransi
    Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sanksi Jadi Hukum asuransi adalah hukum atau sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sangksi yang mengatur tentang peralihan resiko kepada orang lain untuk mendapatkan ganti kerugian dan adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP Merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang penanggung menerima premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa belum tentu terjadi. 
    Tujuan Hukum Asuransi adalah :
    1. Mempunyai tujuan motif ekonomi
    Yang menjadi harapan adalah setiap saat harta benda yang di punya terancam terhadap peristiwa tertentu. Jadi dia mencari orang lain untuk mengambil alih resiko yang dengan membayar premi.
    2.  Karena ingin mengalihkan resiko dan tertanggung kepada penanggung
    Dalam hal Pengalihan resiko disini dibuatlah perjanjian pertanggungan
    3. Orang ingin mendapat ganti rugi dan kerusakan, kehilangan terhadap harta benda, Jiwa dan ini merupakan imbalan / ganti rugi di Premi.
                Tujuan yang pertama merupakan tujuan yang paling penting karena orang ingin mendapatkan uang
    C. Dasar Hukum Asuransi Di Indonesia
    1.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
    Dilihat dari kedudukannya, undang-undang ini sering kali dijadikan sebagai dasar dari beberapa penetapan peraturan mengenai asuransi yang berlaku di Indonesia. Sehingga bisa dikatakan jika Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 merupakan dasar hukum utama yang mengatur dan menentukan segala kegiatan asuransi. Melihat isi dari UU No.2 Tahun 1992, didalamnya memuat peraturan tentang usaha perasuransian. Dasar-dasar dibentuknya undang-undang ini adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, meninjau bahwasanya asuransi adalah salah satu upaya dalam menanggulangi resiko tertentu yang dihadapi oleh masyarakat sekaligus asuransi berperan dalam menghimpun dana dari masyarakat, dan negara membuka kesempatan bagi kegiatan usaha perasuransian dan mengatur kegiatan perasuransian agar sesuai dengan prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab
    UU No.2 Tahun 1992 secara menyeluruh mengatur kegiatan asuransi yang ada di Indonesia agar segala kegiatan asuransi sesuai dengan hukum yang berlaku dan mampu mewujudkan keadilan bersama, berikut hal-hal yang diatur dalam UU No.2 Tahun 1992, yaitu.
    • Ketentuan umum dan ruang lingkup asuransi.
    • Bidang usaha perasuransian.
    • Jenis usaha perasuransian.
    • Ruang lingkup usaha perusahaan perasuransian.
    • Penutupan objek asuransi.
    • Bentuk hukum usaha asuransi.
    • Kepemilikan perusahaan asuransi.
    • Perizinan usaha.
    • Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan perasuransian.
    • Kepailitan dan likuidasi.
    • Ketentuan pidana.
    Dengan mengetahui isi dari undang-undang ini sangat jelas terlihat alasannya kenapa undang-undang ini dijadikan sebagai dasar utama dalam ketentuan hukum usaha perasuransian.
    2. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 1320 dan Pasal 1774
    Dilihat dari ketentuan umum dalam UU No.2 Tahun 1992 menyebutkan bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, yang mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
    Dari penjelasan undang-undang diatas menyatakan bahwa asuransi mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak didalamnya. Karena mengandung unsur penjanjian maka akan termasuk dalam ruang lingkup hukum pidana, sebagaimana dalam KUHP bagian dua menjelaskan bab tentang syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah, dimana hal tersebut dirinci dan dijelaskan dalam salah satu pasal, yaitu Pasal 1320 yang menyebutkan bahwa “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan dalam membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang
    Manfaat asuransi adalah memberikan jaminan yang bersifat menguntungkan kepada pihak tertanggung jika terjadi sesuatu yang merugikan atau merusak dimana kejadian tersebut tidak dapat dipastikan waktunya. Karena sifat itulah asuransi juga harus menyesuaikan dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 1774 KUHP, yang menyatakan bahwa “suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti
    3. KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Bab 9 
    Kegiatan usaha perasuransian tidak hanya termasuk dalam masalah pidana saja, namun jika dilihat dengan lebih teliti lagi ternyata dalam KUHD juga mengatur tentang asuransi. Khusus dalam Bab 9 KUHD menjelaskan tentang asuransi dan pertanggungan secara umum yang dijelaskan secara terperinci dalam Pasal 246-286. Dari sekian banyak pasal yang ada dalam Bab 9 KUHD, yang paling sesuai dengan penjelasan asuransi secara umum adalah Pasal 246 yang menyebutkan bahwa “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.”
    Sekilas jika diperhatikan penjelasan asuransi secara umum dalam pasal 246 diatas akan sangat terlihat kemiripannya dengan penjelasan asuransi secara umum dalam UU No.2 Tahun 1992, bahkan jika diambil intisari dari apa yang dijelaskan akan memiliki arti dan maksud yang sama. Dalam Bab 9 KUHD secara menyeluruh menjelaskan tentang ketentuan tentang jenis pertanggungan dari asuransi, batas maksimal pertanggungan yang diberikan asuransi, prosedural proses pertanggungan yang berlaku, penyebab batalnya proses pertanggungan, dan pertanggungan disusun secara tertulis dalam suatu akta atau polis.
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992
    Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 merupakan ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari atas tujuan asuransi yang secara prinsip mampu mendorong tumbuhnya pembangunan nasional Indonesia, sehingga dalam penerapan berkelanjutan diperlukan sebuah arahan agar dalam kegiatan usaha perasuransian berjalan dengan sesuai dengan hukum yang berlaku dan mengatur perusahaan perasuransian yang ada di Indonesia agar berkembang dengan baik dan sesuai dengan landasan maupun prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab. Melihat isi dari keseluruhan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992, jelas sekali bahwa penyusunan peraturan ini masih merujuk pada UU No.2 Tahun 1992, hal tersebut terlihat dari adanya penekanan yang sama terhadap beberapa ketentuan yang termuat didalamnya. Secara garis besar Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 berisi tentang ketentuan umum ruang lingkup asuransi, penutupan objek asuransi, perizinan usaha perasuransian, kesehatan keuangan perusahaan asuransi, dan penyelenggaraan usaha perasuransian.
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999
    Peraturan pemerintah ini merupakan perubahan pertama dari Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Tujuan dibentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 pada dasarnya memiliki kesamaan dengan peraturan sebelumnya yaitu tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari akan adanya perkembangan kegiatan usaha perasuransian yang terus mengalami perubahan dan disamping itu terjadi pula perubahan perekonomian nasional yang menyebabkan diperlukannya penyesuaian terhadap peraturan pelaksanaan usaha asuransi yang telah berlaku. 
    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 mengandung perubahan terhadap beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya yang telah disesuaikan dengan kondisi perkembangan perekonomian negara, diantaranya tentang meningkatnya persyaratan modal yang harus disetor untuk pendirian perusahaan asuransi baru, adanya laporan yang harus disampaikan kepada menteri jika terjadi setiap perubahan kepemilikan perusahaan asuransi, dan perubahan persyaratan untuk mendapatkan izin usaha perusahaan asuransi.
    Hadirnya asuransi pada dasarnya memberikan jaminan perlindungan kepada seseorang dari berbagai kejadian buruk yang bisa menimpa di waktu tertentu diluar prediksi dan harapan orang tersebut. Dilihat dari proses kegiatan asuransi pastilah terdapat sebuah perjanjian yang bersifat mengikat, dimana seseorang yang setuju dengan asuransi tersebut harus membayar sejumlah premi tertentu dalam jangka waktu tertentu, dimana premi tersebut merupakan pengganti dari perlindungan yang dijaminkan oleh perusahaan asuransi. Karena dalam kegiatan usah perasuransian didalamnya termuat beberapa unsur yang termasuk dalam tindakan pidana maka agar penyelenggaraannya sesuai dengan ketentuan hukum maka usaha perasuransian harus mengikuti aturan-aturan dari dasar hukum yang mengatur kegiatan ekonomi di Indonesia, hal ini ditujukan untuk memberikan jaminan kepada kedua belah pihak baik penanggung maupun tertanggung agar dapat mempertanggungjawabkan semua kewajibannya masing-masing.
    D. Polis Asuransi
    1. Fungsi Polis
    Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
    Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).
    2. Isi Polis
    Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
    a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
    b.  Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
    c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
    d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
    e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
    f.   Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
    g. Premi asuransi;
    h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
    Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan:
    1. Letak barang tetap serta batas-batasnya;
    2. Pemakaiannya;
    3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan;
    4. Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
    5. Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.
    Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:
    1. Bencana yang ditutup;
    2. Yang ditutup;
    3. Kerugian yang ditutup;
    4. Orang-orang yang ditutup;
    5. Lokasi-lokasi yang ditutup;
    6. Jangka waktu yang ditutup;
    7. Bahaya-bahaya yang dikecualikan.
    3. Jenis Klausula Asuransi
    Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:
    a).  Klausula Premier Risque
    Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
    b)  Klausula All Risk
    Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).
    c). Klausula Total Loss Only (TLO)
    Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya  menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.
    d). Klausula Sudah Diketahui (All Seen)
    Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan.

    e). Klausula Renunsiasi (Renunciation)
    Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul kerugian akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung.
    f). Klausula Free Particular Average (FPA)
    Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan klausula FPA.
    g). Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
    Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.
    Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan.
    Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian tersebut.
    H). klausula Banker’s Clause
     Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis).
    Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.
    E. Perjanjian Asuransi
    1. Pengaturan Asuransi Sebagai Sebuah Perjanjian di Bawah KUH Perdata
    Untuk mengatur segala alur dan lini asuransi, KUH Perdata memuat aturan, sebagai berikut:
    v  Syarat sah sebuah perjanjian
    • Terjadi kesepakatan yang mengikat antara kedua belah pihak
    • Kesepakatan diatur sedetail dan sejelas mungkin
    • Pihak penanggung wajib memberikan ganti rugi dengan jumlah yang telah disepakati dan pihak tertanggung juga wajib membayar premi sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan
    • Segala risiko dan penyebab harus dapat dibuktikan dengan jelas
    • Walaupun ada klausal yang tidak diatur dalam KUH Perdata, namun ada dalam UU Bisnis Asuransi, maka tetap dianggap sah

    v  Asas hukum sah sebuah perjanjian

    • Asas kebebasan kontrak
    • Asas konsensualisme
    • Asas pacta sunt servanda
    • Asas itikad baik
    • Asas kepribadian

    v  Dasar hukum perjanjian asuransi diatur dalam pasal 1774 KUH Perdata

    "Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi    semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”

    v  Subyek perjanjian asuransi

    Harus ada perjanjian khusus dan tertulis untuk tertanggung dalam pemberian ganti rugi dan juga untuk tertanggung untuk pembayaran premi.

    v  Sifat perjanjian asuransi

    • Perjanjian pribadi
    • Perjanjian sepihak
    • Perjanjian bersyarat
    • Perjanjian yang disiapkan sepihak
    • Pertukaran yang tidak seimbang

    v  Kesimbangan kepentingan penanggung dan tertanggung

    Perlu adanya keseimbangan antara penanggung dan tertanggung karena kedua belah pihak memiliki kepentingan masing-masing dan hal tersebut perlu diseimbangkan. Namun dalam praktiknya, ada beberapa hal yang membuat ketentuan ini tidak dapat digunakan.

    v  Sanksi atas wanpretasi dalam pemenuhan kewajiban

    Pengaturan mengenai sanksi sangat terbatas dan jika ada masih harus berdasarkan putusan hakim sehingga pelaksanaannya akan melalui proses yang panjang.

    v  Tanggung jawab secara hukum terhadap pihak ketiga

    Tentunya, ada pihak ketiga yang harus diperhatikan walaupun secara tertulis urusan pertanggungan hanya melibatkan antara pihak pertama dan kedua saja. Akan tetapi pihak ketiga harus dilibatkan jika pelanggaran hukum dilakukan oleh pihak kedua sebagai tertanggung.

    v  Pembatalan perjanjian

    Mengatur prosedur pembatalan yang dalam praktiknya pada industri asuransi telah lama ditinggalkan.

    v  Penafsiran perjanjian

    Dimaksudkan sebagai pedoman dalam menafsirkan setiap ketentuan apabila para pihak berbeda pendapat.

    2.Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian di bawah KUH Dagang

    Selain KUH Perdata, ada pula aturan-aturan yang menyangkut hukum asuransi berdasarkan KUH Dagang. Berikut daftarnya.

    v  Jenis asuransi

    Menurut KUH Dagang, asuransi dibagi menjadi 3 jenis pada awalnya dan sekrang telah berkembang lebih jauh. Berikut 3 jenis asuransi menurut KUH Dagang pada awalnya.
    • Asuransi umum (asuransi kerugian) yang terdiri dari asuransi kebakaran dan asuransi pertanian
    • Asuransi jiwa
    • Asuransi pengangkutan laut, darat dan sungai
    v  Penyebab menurut perjanjian (proximate cause)
    Dalam hal ini, untuk masalah keabsahan penyebab terjadinya permasalahan yang ditanggung dan tertera dalam perjanjian asuransi, tidak diatur dalam KUH Dagang.

    v  Prinsip pokok asuransi

    • Prinsip kepentingan yang diasuransikan (insurable interest)
    • Prinsip itikad baik (utmost goodfaith)
    • Prinsip ganti rugi (pronciple of indemnity)
    v  Keseimbangan kepentingan
    Diperlukan perjanjian khusus agar keseimbangan kepentingan antara tertanggung dan penanggung dapat tercipta.
    Premi, jumlah pertanggungan dan perhitungan ganti rugi
    Dikarenakan berbagai faktor, seperti kemampuan teknis, pengalaman masing-masing perusahaan, tekanan pasar sampai dengan kesehatan keuangan suatu perusahaan, maka besaran premi dan jumlah pertanggungan dari satu perusahaan dengan perusahaan lain pastinya berbeda.

    v  Pengecualian dan pembatasan

    Ada risiko atau penyebab-penyebab khusus yang dikecualikan dan tidak tertera serta tidak dijamin dalam polis. Kedua belah pihak juga wajib sepakat akan hal ini agar di kemudian hari tidak menimbulkan polemik yang panjang.

    v  Pembatalan dan berakhirnya perjanjian asuransi

    Perjanjian berlakukan kesepakatan antara pihak penanggung dan tertanggung akan berakhir, apabila:
    • Masa kontrak asuransi berakhir
    • Perjalanan yang diasuransikan berakhir
    • Timbul klaim penuh (total loss)
    • Asuransi dibatalkan
    • Asuransi gugur

    v  Penyelesaian sengketa

    Dalam aturan yang berlaku pada KUH Dagang, pengaturan penyelesaian didasarkan pada keputusan hakim dan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau berdasarkan keputusan Majelis Arbitrase.
    F. BATALNYA ASURANSI
    Suatu   pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
    Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
    1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD);
    2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD);
    3. memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui  pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD);
    4. Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD);
    5. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
    G. SANKSI
    Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat dikenakan sanksi berupa:
    1. Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan pada tertanggung); dan
    2. Sanksi Pidana.
    1. Sanksi Administratif
    Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
    1. Perizinan usaha;
    2. Kesehatan keuangan;
    3. Penyelenggaraan usaha;
    4. Penyampaian laporan;
    5. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
    dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
    Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
    1. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
    2. Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
    2. Sanksi Pidana
    Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
    a. Terhadap pelaku utama
    Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).
    b. Terhadap pelaku pembantu
    Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
    c. Terhadap pemalsu dokumen
    Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).  

    BAB IIIPENUTUP Makalah Tentang Hukum Asurasi Jiwa di Indonesia

    A. Kesimpulan
    Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
    Hukum asuransi adalah hukum atau sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sangksi yang mengatur tentang peralihan resiko kepada orang lain untuk mendapatkan ganti kerugian dan adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP Merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang penanggung menerima premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa belum tentu terjadi
    B. Kritik Dan Saran.
    Kami selaku kelompok 4 menyadari bahwasanya dindalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik serta saran yang bersifat membangun kami harapkan dari pembaca, agar kedepannya dapat membuat makalah yang lebih baik. 

    DAFTAR PUSTAKA Makalah Tentang Hukum Asurasi Jiwa di Indonesia



    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar